Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Rasa syukur selalu saya curahkan kepada Allah
SWT yang telah memberi barakah kepada saya, sehingga saya dapat kembali memposting
tulisan di blog saya ini. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada Baginda Rasulullah SAW, Allahumma
sholli’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad.
Kali ini saya
ingin menuliskan sebuah kisah seorang gadis yang tak pernah merasakan
kemewahan dalam hidupnya, namun ia selalu bahagia meski banyak orang yang
mencemoohnya. Mari kita simak. Semoga kisah ini bermanfaat untuk kita semua.
LET’S
READ.......
SUDAH
TERTULIS DI LAUH MAHFUZ
“Kini aku tahu kenapa
Allah mentakdirkan aku menjadi seperti ini.” Kata seorang gadis yang tengah
menyaksikan derasnya hujan dari balik kaca.
Hujan deras sore itu mengguyur bumi dan
seisinya, irama khasnya mengalun merdu bak nyanyian yang bisa membuat siapa
saja terpesona. Hujan selalu saja bisa menyejukkan. Apa dikata andaikan bumi
ini tak terguyur hujan? Betapa tandusnya tanah ini? Bagaimana jika tak ada ai?
Bisakah umat manusia bertahan hidup? Tentu saja jawaban tepatnya adalah hujan
itu suatu berkah. Itu sebabnya gadis itu menyukai hujan. Baginya hujan adalah
suatu bentuk cinta dari Allah kepada umat-Nya.
Gadis itu melamun sembari menatap derasnya
air hujan yang tumbah dari langit, ia kembali teringat pada sosok kedua
orangtuanya yang sangat ia cintai. Ibunya, telah berbulang pada saat ia masih
belia. Dan ayahnya, kini berada di tempat yang jauh dari tempat tinggalnya sekarang,
karena ia bekerja di kota yang berbeda dengan ayahnya. “Aku ingin dekat dengan
bapak.” Gumam gadis itu. Somehow[1], akhir-akhir ini ia berkeinginan untuk
kembali bersanding dengan ayahnya.
“Assalamu’alaikum Zainab.” Suara seseorang
menginterupsi gadis yang bernama Zainab itu dari lamunannya.
“Wa’alaikumsalam Nada. Kau mengagetkanku
saja.” Ujar Zainab kepada sahabatnya, Nada.
“Habisnya kau sedang melamun, aku takut kau
kesurupan.” Canda Nada.
“Hus, kamu ini jangan sembarangan ngomong.”
Kelak Zainab.
“Bercanda. Sebenarnya kau ini kenapa,
Zainab?”
Zainab tak langsung menjawab pertanyaan Nada,
ia kembali menatap hujan yang seolah tak ingin berhenti mengguyur gersangnya
bumi ini. Zainab memilin-milin ujung kain jilbabnya. Nada sangat faham, bahwa
itu adalah kegiatan Zainab ketika ia dilanda kebingungan.
“Bagaimana kalau aku berhenti saja?” Zainab
mulai angkat bicara.
“Maksudmu?” Tanya Nada bingung.
“Iya, aku ingin resign dari pekerjaan ini dan
pulang ke kotaku. Akhir-akhir ini aku selalu merasa gelisah, entah kenapa kau
jangan bertanya karena aku juga tak tahu.” Jelas Zainab.
“Tapi kenapa? Lalu apa rencanamu jika kau resign? Hey, prestasimu di perusahaan ini begitu bagus. Come on Zainab, are you crazy? Kau ini cerdas, kau selalu punya ide
cemerlang untuk perusahaan ini. You’re
the best employees in this company, Zainab.” Ujar Nada panjang lebar yang
kaget dengan keinginan sahabatnya untuk resign. Nada adalah seorang general
manager, ia alumni universitas terbaik di Inggris, Oxford Univercity. Sementara
Zainab, ia adalah seorang arsitek yang bekerja di sebuah perusahaan properti
yang juga sama dengan tempat Nada bekerja.
“Boleh aku bercerita sedikit, Nada?”
“Ok, silahkan.”
“Semua yang kudapat ini tak lain adalah dari
peran orangtuaku. Dari kecil aku sudah biasa hidup dengan tak bergelimang
harta. Ayahku hanya seorang petani sayuran. Ibuku, ia hanya seorang ibu rumah
tangga yang dengan sabar mengurusa pekerjaan rumah dan anak gadisnya yang
bengal ini.” Zainab membenarkan posisi duduknya dan melanjutkan lagi ceritanya,
“Ibuku meninggal ketika umurku dua belas tahun, ia sakit keras. Saat itu aku
benar-benar terpukul akan hal itu, dimana gadis seumurku masih butuh bimbingan
seorang ibu. Aku sempat putus asa. Setelah kepergian ibuku, aku mengambil alih
semua pekerjaannya, mencuci baju, membersihkan rumah bahkan memasak untuk
ayahku walaupun saat itu aku belum terlalu bisa memasak.”
Nada terlihat sangat serius mendengar cerita
sahabatnya itu.
“Sementara itu, ayahku sempat down atas kepergian ibu. Ia menjadi
orang sama sekali bukan ayahku, ia malas bekerja, ia tak pernah beribadah dan
ia seakan melupakan keberadaanku. Hingga biaya hidup dan sekolahku pun harus
ditanggung oleh pamanku. Entahlah, mungkin saat itu ayahku depresi. Hingga
beberapa tahun kemudian ia mulai bangkit dari keterpurukannya, Allah telah
menolongnya.” Zainab menarik nafas panjang, ia sejenak berhenti.
“Lalu?” tanya Nada terlihat sangat simpati
dengan cerita Zainab, Zainab tak pernah menceritakan keadaan keluarganya pada
Nada selama ini.
“Sejak kecil aku tak pernah bergelimangan
harta, jika aku ingin mendapatkan apa yang aku ingin aku harus berusaha dan
menabung. Disaat teman-teman sebayaku sudah punya ponsel canggih diera itu, aku hanya gigit jari hingga suatu hari
aku mendapatkan hadiah sebuah ponsel
dari pamanku karena aku mendapat juara satu umum di sekolah. Apapun yang aku
dapatkan bukan tanpa kerja keras dan usaha, Nada. Bahkan pekerjaanku saat ini.”
Ujar Zainab, ia mengambil sebuah bolpoin di mejanya dan memainkannya. “Semua
itu membuatku sadar bahwa Allah sangat mencintaiku. Ketika Ia memanggil ibuku
untuk kembali pada-Nya aku mulai sadar bahwa Allah ingin aku menjadi gadis
mandiri yang pandai mengurus pekerjaan rumah, pandai memasak dan mengurus diri
sendiri. Pasti jika ibuku masih ada, aku akan menjadi gadis manja yang selalu
mengandalkan ibuku dan menganggapnya sebagai asistenku yang siap melaksanakan
semua keinginanku. Dan aku tak tahu juga apa jadinya jika aku terlahir dari
keluarga kaya, pasti dengan mudah aku mendapatkan semua keinginanku tanpa tau
bagaimana cara untuk berusaha mendapatkannya dan menganggap ayahku sebagai bank
berjalanku.”
“Lalu apa alasanmu untuk resign, Zainab?”
“Lalu apa alasanmu untuk resign, Zainab?”
“Yang pertama, aku ingin menyanding ayahku
yang sekarang kian renta. Aku tak tega membiarkannya seorang diri di rumah.
Bahkan ia pernah berkata padaku bahwa dia kesepian. Dan yang kedua, aku berniat
membuka sebuah usaha, aku punya hobby membuat kua dan aku ingin membuka sebuah
toko kue. Menurutmu bagaimana?”
“Sejujurnya aku sedih mendengarkan utaramu
tadi. Disaat kau mendapatkan puncak kesuksesanmu mengapa kau akan melepaskan
begitu saja. Tak semua orang seberuntung kau, Zaianab.”
“Ini semua hanya sebuah ujian dari Allah,
kesuksesaanku ini. Aku hanya ingin mengabdi pada ayahku, ia satu-satunya
orangtuaku saat ini. Lagi pula, aku sudah meminta petunjuk dari Allah melalui
sholat istiqarah dan berkali-kali jawabannya adalah aku harus resign.
Sebenarnya aku bukan meminta izin atau pendapatmu, aku hanya mengutarakan
keinginanku. Karna sekalipun kau tak setuju, aku akan tetap resign. Maaf Nada.”
“Baiklah Zainab, jika itu pilihanmu
lakukanlah karena aku tak bisa menghalangimu.”
***
BEBERAPA BULAN SETELAH ZAINAB RESIGN
Zainab duduk di sebuah
bangku taman yang ada di depan rumahnya. Ia sedang istirahat sejenak dari
kesibukan mengurus toko kuenya yang mulai banyak pesanan. Sembari memandangi
bunga-bunga yang bermekaran di pekarangan kecilnya ia teringat semasa kecil
dulu ia gemar berkebun dengan ibunya. Menanam berbagai macam bunga.
“Zainab?” tiba-tiba suara seseorang
mengagetkannya.
“Bapak?” sapa Zainab lembut.
“Kau sedang apa, nak?”
“Zainab sedang menyegarkan pikiran sejenak
pak.”
“Menyegarkan pikiran itu ya jalan-jalan.
Makanya kamu segera cari calon suami supaya ada yang menemanimu kemana-mana.”
Kata-kata dari ayahnya itu membuat Zainab
dihantam oleh batu berukuran super besar. Mengapa ayahnya tiba-tiba
membicarakan hal ini, ataukah ayahnya benar-benar mengingikan Zainab segera
menikah. Ya, memang Zainab adalah wanita yang super sibuk sehingga tak ada
kesempatan baginya untuk mengenal pria bahkan sejak remaja pun ia tak pernah
mengenal apa itu pacarn. Dulu, ia pernah mendapat cemoohan dari temannya bahwa
Zainab adalah gadis yang kurang gaul karena tak pernah punya pacar, penampilannya
pun tak semodis teman gadis sebayanya sehingga tak ada teman laki-laki yang
meliriknya. Zainab sempat malu, ia berusaha merias diri agar ada teman
laki-laki yang menyukainya, alih-alih mendapat pacar Zainab malah mendapat
marah dari paman, bibi dan ayahnya karena semenjak itu nilai sekolahnya selalu
buruk, akhirnya ia mengurungkan niat untuk pacaran sampai sekarang.
“Zainab, kau dengar bapak nak?”
“Hah, oh iya dengar pak.”
“Hah, oh iya dengar pak.”
“Keinginan bapak hanya satu yaitu melihatmu
bahagia dengan keluarga kecilmu, maka menikahlah.” Ujar ayah Zainab yang
kembali meniggalkan Zainab seorang diri dengan kegamangannya.
DUA
HARI SETELAHNYA
Zainab menghadiri acara
pernikahan sahabat semasa SMA dulu, Reina. Reina adalah seorang designer busana
muslim sukses, ia menikah dengan seorang polisi ganteng dan santun. Membuat
Zainab semakin gamang ketika ia melihat para sahabatntya sudah membangun rumah
tangga dan bahkan sudah ada yang memiliki anak sementara seorang kenalan pria
yang siap untuk menikahinya pun ia tak punya.
Ketika Zainab sedang asyik ngobrol dengan
teman-teman lamanya, seorang pria datang menghampiri dan menginterupsi obrolan
mereka.
“Assalamu’alaikum.” Sapa seorang pria
bertubuh tegap.
“Wa’alaikumsalam.” Sahut Zainab dan yang
lainnya. Saat itu Zainab tidak terlalu menghiraukan pria itu karena ia tak
merasa mengenalnya, berbeda dengan teman yang lain yang sibuk menanyakan
bagaimana kabar pria itu. Zainab sibuk dengan ponselnya karena kebetulan ada
pesanan kue dari seorang pelanggan.
Hingga suara teduh pria itu mengusik Zainab,
“Kalau kau bagaimana Zainab? Apa kabar?”
“Hah, em aku baik-baik saja.” Ujar Zinab
seadanya, ia sempat bingung apak pria itu juga mengenalnya. Zainab tak pernah
merasa memiliki teman seperti dia sewaktu SMA dulu.
“Kau lupa ya Zainab?” tanya Dinar, salah
seorang teman Zainab. “Dia ini Fatih kelas IPA-1 dulu, kau lupa ya?” jelasnya
kemudian.
Zainab tak segera menjawab, ia mencoba
memutar otaknya. Zainab mengingat satu per satu teman SMA yang pernah ia kenal
dulu. Hingga ia menemukan seseorang bernama Muhammad Fatih, seorang siswa
bengal dengan penampilan acak-acakan yang selalu dimarahi guru karena
kenakalannya. Memori Zainab tentang seseorang yang bernama Fatih dulu sungguh
jauh berbeda dengan Fatih yang sekarang ada di depannya, pria bertubuh tegap,
rapi dan sangat santun tutur katanya. Wajar saja jika Zainab pangling. Namun
Zainab sempat tak yakin bahwa pria itu adalah Fatih tetangga kelasnya dulu.
“Kau sedang memikirkan apa Zaianab? Pasti kau
sedang mengingat aku yang dulu sangat jauh berbeda dengan aku yang sekarang
ya?” tebak Fatih.
‘Bagaimana dia bisa membaca pikiranku?
Jangan-jangan sekarang profesinya adalah paranormal ulung.’ Gumam
Zainab dalam hati. “Oh tidak. Iya aku ingat sekarang. Kau Muhammad Fatih yang
dulu pernah dihukum guru karena mencoret-coret mobil kepala sekolah, kan?”
jelas Zainab.
“Nah, benar kan kau sedang mengingat
kenalan-kenalanku dulu.”
Kedua pipi Zainab memerah, dari ujung kepala
sampai pangkal lehernya memanas. Zainab tak pernah merasa segugup itu di depan
seorang pria.
“Jelas saja Zainab pangling padamu, kau yang
sekarang berbanding 180 derajat dengan yang dulu. Sekarang kau sudah jadi
dokter hebat yang santun.” Puji seorang teman lain yang berbama Briyan.
“Ah jangan memujiku seperti itu.” Kelak Fatih
tersipu malu. “Oiya Zainab kau belum jawab pertanyaanku, apa kabarmu?” ujar
Fatih pada Zainab yang masih saja sibuk dengan ponsel.
“Alhamdulillah aku baik-baik saja.”
“Kulihat dari tadi kau selalu sibuk dengan ponselmu, apakah ada sesuatu yang penting?” tanya
Fatih.
“Iya, di rumah ada pelanggan mau ambil
pesanan kue.” Jelas Zainab.
“Wah toko kue mu lagi kebanjiran pesanan ya?”
canda salah seorang teman yang bernama Vania.
“Alhamdulillah. Em, kalau begitu aku pulang
sekarang ya, nggak enak pelangganku nunggu lama. Pamitin ke Reina dan suaminya
ya. Assalamu’alaikum.” Ujar Zainab berlalu pergi tanpa mendengarkan komentar
dari teman-temannya.
MALAM HARINYA SAAT ZAINAB HAMPIR TERLELAP
Tiba-tiba ponsel Zainab berdering, tanda ada
pesan Whatsapp masuk. Zainab tak mengenali itu nomor ponsel siapa.
“Assalamu’alaikum
Zainab. Selamat malam. Maf menganggu. Aku hanya ingin memastikan kabarmu saja.”
Isi pesan itu.
Zainab tak langsung membalas pesan itu, ia
mencoba melihat foto profilnya. Seorang pria memakai jas putih sedang tersenyum
lepas yang tak lain adalah Fatih. Zainab sungguh terkejut. Dengan gugup dia
membalas pesan itu.
“Wa’alaikumsalam. Selamat malam. Tidak ada
yang perlu dikhawatirkan karena aku baik-baik saja.”
Balas Zainab.
“Baiklah
kalau begitu. Besok aku ingin datang ke toko mu karena aku ingin pesan kue
untuk ibuku. Em, Dinar sudah berikan alamat tokomu padaku. Sampai jumpa besok.”
Balas Fatih.
“Ohya, terimakasih sudah ingin pesan kue di
tokoku. Sampai jumpa.” Balas Zainab.
Tak ada balasan lagi dari Fatih. Zainab yang
saat itu memang sedang kelelahan segera tidur.
Keesokan harinya Fatih benar-benar datang ke
toko kue milik Zainab dan memesan sekotak kue tart berukuran besar untuk
ulangtahun ibunya. Semenjak itu, hubungan mereka semakin dekat, Fatih lebih
sering datang ke toko kue Zainab untuk membeli beberapa cup cake untuk ibunya
yang kabarnya suka dengan kue buatan Zainab. Zainab pun gembira karena punya
pelanggan baru.
Singkat cerita, suatu hari Fatih menemui
Zainab yang sedang sibuk melayani pelanggan di tokonya, Fatih pun sabar
menunggu hingga Zainab selesai. Fatih duduk di sebuah bangku di depan toko.
Zainab menghampirinya setelah dirasa aktivitas toko mulai lengang.
“Ada apa Fatih? Tumben kamu datang tanpa
memberi kabar dulu. Kan aku bisa mempersiapkan dulu pesananmu sehingga kau tak
perlu menunggu.”
“Aku memang sengaja datang bukan untuk
membeli kue. Ada yang ingin kubicarakan padamu.”
Sontak degup jantung Zainab berdenyut lebih
cepat, tak pernah sebelumnya ia mendengar nada bicara seserius ini dari Fatih.
“Aku menyukaimu Zainab. Would you be my best friend forever? Would you be my partner for
afterlife? Would you be my angel in His Jannah?” tutur Fatih dengan lembut
dan penuh kemantapan. Sedangkan Zainab, ia sibuk menata hatinya yang sedang
kalang kabut. Sekujur tubuhnya memanas.
Dengan hati-hati Zainab menjawab, “Tolong
beri aku waktu.”
“Baiklah, maaf telah mengusik hatimu.” Kata
Fatih. “Satu minggu lagi aku akan datang untuk menagih jawabanmu.” Terangnya
yang kemudian pergi.
Zainab gamang akan ucapan Fatih, tak
henti-hentinya ia meminta petunjuk pada Allah melalui sholat istiqarah dan
lagi-lagi ia selalu bermimpi Fatih memberinya sebuah cincin setiap kali setelah
ia sholat istiqarah dan tertidur.
Sedangkan di tempat berbeda Fatih sedang
gelisah menanti jawaban dari Zainab. Sebelumnya tak ada yang tahu jika Fatih
telah mengagumi Zainab sajak SMA dulu. Menurutnya Zainab adalah gadis yang
manis dan santun. Zainab adalah gadis yang cerdas dan selalu mendapat juara di
sekolah. Dulu ia tak berani mendekati Zainab karena ia adalah gadis yang beda dari
teman gadisnya yang lain, Fatih tak sampai hati mendekatinya. Menurutnya Zainab
adalah gadis istimewa. Hingga sekarang Allah menggariskan pertemuannya dengan
Zainab dan kali ini ia memberanikan diri untuk mengutarakan isi hatinya.
Keduanya sama-sama gamang.
Singkat cerita, Zainab menerima pinangan
Fatih. Mereka menikah tepat disaat umur Zainab menginjak duapuluh lima tahun,
persis seperti keinginan Zainab dulu.
Ucapan selamat mengalir dari semua keluarga,
sahabat teman maupun teman dari Zainab dan Fatih pada saat resepsi pernikahan
mereka. Betapa bahagia hati keduanya. Akhirnya keinginan sang ayah untuk
menyaksikan pernikahan putri tercinta satu-satunya terlaksana sudah.
“Semoga keluargamu bahagia dan selalu
diberkahi oleh Allah, nak.” Kata ayah Zainab penuh kasih sayang semberi memeluk
lembut putri tercintanya.
“Terimakasih, pak. Zainab sangat menyayangi
bapak.” Balas Zainab penuh kasih sayang dan hormat pada ayahnya.
***
Zainab dan Fatih duduk di hamparan rumput di
sebuah taman. Mereka sedang berlibur. Salah seorang temannya memberi mereka
kado voucher berlibur ke Lisse, Belanda. Saat itu Belanda memasuki musim semi,
mereka sedang berkunjung ke Keukenhof Garden, sebuah taman bunga terbesar di
dunia yang memiliki tujuh juta kuntum bunga yang ditanam setahun sekali. Zainab
yang amat menyukai bunga tentu saja dia sangat antusias. Apalagi di musim semi,
bunga-bunga bermekaran dengan indahnya. Begitu juga Bunga Tulip, bunga khas
Belanda mekar dengan sempurna.
“Zainab, kau bahagia?”
“Iya.”
“Coba, kau sebutkan keistimewaanmu sebagai
istriku!”
Zainab meghela nafas panjang, “Aku tak tahu
menurutmu ini istimewa atau tidak.”
“Sebutkan saja.”
“Kau adalah pria yang pertama kali
menggenggam tanganku selain bapakku, kau adalah pria yang pertama kali
mengucapkan cinta padaku selain bapakku. Dan kau adalah pria yang pertama dan
terakhir yang berhasil memenang hatiku. Belum ada sebelumnya yang berhasil menodai hatiku dengan cinta palsu melalui 'pacaran'. Karena aku sama sekali belum pernah
pacaran dengan pria manapun selain dirimu, dan kita pun pacaran setelah kita
menikah.”
Airmata Fatih mengalir dengan derasnya dari ujung kedua kelopak matanya.
“Kenapa kau menangis?”
“Sungguh kau sangat istimewa untukku. Namun maafkan jika kau bukan
wanita pertama yang ku sentuh selain ibuku. Maafkan keburukanku yang dulu yang
kau sendiri mengetahuinya, Sungguh aku beruntung dapat meraih hatimu. Namun aku
bukan orang yang baik untukmu.”
“Sungguh aku tak pernah melihat masalalumu. Karena kau adalah pria yang
sudah ditulis oleh Allah di Lauh Mahfuz untukku. Jalani saja hidup kita yang
sekarang ini. Aku mencintaimu karena-Nya.”
“Terimakasih atas kebaikan hatimu. May
i can bring you to His Jannah through my love.”
“Aamiin.”
Kata-kata
inspiratif :
Ikhwan dan Akhwat sekalian, jangan pernah mengeluh atas apa yang telah
kita dapat. Karena manusia tidak akan pernah bisa memilih untuk dilahirkan di
keluarga mana, bagaimana rezekinya, siapa jodohnya dan kapan akan bertemu
jodohnya. Semua itu sudah tertulis di Lauh Mahfuz. Yang harus kita lakukan
adalah berusaha dan berdoa dan jangan lupa bersyukur kepada Allah SWT. Seperti firman
Allah dalam QS Ar-Rahman, Ayat : “Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kau dustakan?” Dalam ayat itu Allah SWT mengingatkan
kita untuk selalu bersyukur atas apapun yang Ia berikan pada kita.
Bagaimana perasaan ikhwan dan akhwat jika suatu hari nanti mendapat istri/suami yang mengucapkan, "kau adalah yang pertama dan terakhir dalam hidupku, belum ada sebelumnya yang berhasil menodai hatiku dengan cinta palsu melalui 'pacaran'." waaaaaaaaaw, AMZING.
Bagaimana perasaan ikhwan dan akhwat jika suatu hari nanti mendapat istri/suami yang mengucapkan, "kau adalah yang pertama dan terakhir dalam hidupku, belum ada sebelumnya yang berhasil menodai hatiku dengan cinta palsu melalui 'pacaran'." waaaaaaaaaw, AMZING.
Semoga Allah selalu memberikan rahmatNya kepada kita, semoga kita dapat
bertemu Rasulullah SAW di surga Allah SWT. Aamiin.